Home » » Konsep Perbankan Syariah (BAG 1)

Konsep Perbankan Syariah (BAG 1)

Penulis : Unknown on Minggu, 10 Maret 2013 | 3/10/2013 10:07:00 AM



Oleh : Dhony Arifil Huda[1]



A.      Pengertian Bank Syariah
Secara global, pertumbuhan bank syariah di Indonesia dimulai pada tahun 1991, yakni awal pendirian Bank Muamalat Indonesia. Sejak saat itulah bisnis perbankan syariah menjadi tren di kalangan masyarakat.
Lalu, apa sih sebenarnya bank syariah itu? Bank syariah menurut Karnaen Perwataatmadja dalam bukunya yang berjudul Apa dan Bagaimana Bank Islam merupakan bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam. Maksudnya? Yaitu bank yang beroperasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Dalam tata cara bermuamalat itu dijauhi praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi hasil dan pembiayaan perdagangan. Bank syariah bisa juga disebut sebagai bank yang tatacara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits. Apakah maksudnya? Maksudnya operasional bank mengikuti perintah dan larangan yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Al-hadits. Dengan begitu dalam prakteknya akan terhindar dari perilaku tercela diantaranya riba.

B.      Dasar Hukum
Karena pada prinsipnya bank syariah adalah bank yang berpegang pada Al-Qur’an dan Al-hadits, maka dasar hukum yang dipakai tentunya mengacu pada ayat-ayat al-Qur’an dan juga hadits-hadits Rasulullah SAW.
C.      Pengawas Bank Syariah
Agar bank dalam prakteknya tidak menyimpang dari aturan Al-Qur’an dan Al-Hadits, maka dibentuklah Dewan Pengawas Syariah. Apa itu Dewan Pengawas Syariah atau yang biasa disebut DPS? DPS adalah suatu dewan yang sengaja dibentuk untuk mengawasi jalannya bank syariah sehingga senantiasa sesuai dengan prinsip muamalah dalam Islam.
Apa saja tugas-tugas DPS? Tugas DPS adalah mendiskusikan masalah-masalah dan transaksi bisnis yang dihadapkan kepadanya sehingga dapat ditetapkan kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan syariah Islam. Melihat dari tugas-tugas DPS, dapat disimpulkan bahwa DPS adalah dewan yang berwenang memberikan pedoman syariah baik untuk pengerahan maupun penyaluran dana serta kegiatan bank lainnya. Selain itu juga mengadakan perbaikan terhadap suatu produk bank seandainya produk bank tersebut bertentangan dengan prinsip syariah Islam.
D.      Akad-akad Bank Syariah
Dalam operasionalnya, bank syariah menggunakan akad-akad yang berbeda dalam setiap transaksinya. Tidak dipukul rata menggunakan satu akad layaknya bank konvensional. Secara umum, bank syariah menggunakan akad-akad berikut ini :
1.       Wadiah
wadiah merupakan akad yang biasa dipakai untuk produk simpanan/tabungan. Prinsip akad ini yaitu pemilik dana menitipkan dananya kepada bank syariah tanpa dipungut biaya apapun. Namun pemilik dana juga tidak berhak atas bagi hasil dari bank syariah. Sebab dalam akad wadiah, bank syariah tidak berkewajiban memberikan imbalan kepada pemilik dana. Namun jika bank syariah memiliki keuntungan, bank syariah boleh memberikan bonus kepada pemilik dana dengan besaran yang tidak disepakati sebelumnya.
2.       Tijaroh
Tijaroh diartikan sebagai akad yang menjadi media proses pemindahan hak kepemilikan. Dalam hal ini perpindahan kepemilikan dari pemilik barang ke pembeli barang.  Di bank syariah, akad semacam ini berlaku untuk produk pembiayaan konsumtif. Misalnya pembelian kendaraan bermotor, pembelian alat elektronik, dan sebagainya. Prinsip akad tijaroh adalah adanya pengambilan keuntungan oleh bank syariah yang besarannya ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama antara bank selaku pemilik barang dengan nasabah selaku pembeli.
3.       Syirkah
Syirkah lebih mudah dipahami sebagai bentuk kerja sama antara bank syariah dengan nasabah. Dalam kerja sama tersebut, baik bank maupun nasabah sama-sama mempunyai hak dan kewajiban yang diatur dalam perjanjian/akad. Sehingga apabila dalam kerjasama tersebut mengalami keuntungan maupun kerugian, kedua belah pihak sama-sama bertanggung jawab sesuai dengan prosentase penyertaannya.
Di bank syariah, produk berakad syirkah dibagi menjadi dua, yaitu Mudharabah dan Musyarakah. Perbedaan antara mudharabah dan musyarakah terletak pada besarnya prosentase modal. Jika musyarakah, bank syariah dan nasabah sama-sama memiliki modal dengan prosentase tertentu (misalnya : 40% nasabah, 60% bank), sehingga dalam pembagian keuntungan maupun kerugian, kedua belah pihak sama-sama bertanggung jawab sesuai dengan modal yang diinvestasikan. Sedangkan mudharabah, modal 100% diberikan oleh bank syariah.  Nasabah hanya menjalankan usaha sesuai dengan kemampuan atau bidang yang digelutinya. Untuk produk ini, apabila terjadi resiko rugi yang disebabkan oleh faktor non-kelalaian manusia, bank-lah yang menanggung kegurian tersebut. Besarnya prosentase bagihasil ditentukan kedua belah pihak disaat perjanjian/akad.
4.       Ijaroh
Ijaroh secara umum adalah memberi kesempatan kepada penyewa untuk mengambil manfaat dari barang yang disewakan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan jasa yang besarnya telah disepakati secara bersama. Imbalan jasa yang diberikan oleh penyewa disebut ujroh.
5.       Qardun Hasan
Qardun Hasan menurut Muhamad[2] adalah suatu pinjaman lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial semata, dimana si peminjam dalam hal ini nasabah tidak dituntut untuk mengembalikan apapun kecuali modal pinjaman. Dalam prakteknya, nasabah cukup membayar biaya administrasi saja.


Sumber :
Karnaen Perwataatmadja, Apa dan Bagaimana Bank Islam (1992)
Muhamad, Sistem dan Prosedur Operasional Bank Syariah (2005)


[1] Alumni Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Yogyakarta th. 2009.
[2] Penulis dan Ilmuan Ekonomi Syariah etnis Tionghoa yang lahir di Pati, 10 April 1966. Beliau seorang mualaf yang saat ini menjabat sebagai Ketua di Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Yogyakarta.
Share this article :

Posting Komentar

 
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger