Oleh : Dhony Arifil
Huda[1]
A. Pengertian
Bank Syariah
Secara global, pertumbuhan bank syariah di Indonesia
dimulai pada tahun 1991, yakni awal pendirian Bank Muamalat Indonesia. Sejak
saat itulah bisnis perbankan syariah menjadi tren di kalangan masyarakat.
Lalu, apa sih
sebenarnya bank syariah itu? Bank syariah menurut Karnaen Perwataatmadja dalam
bukunya yang berjudul Apa dan Bagaimana
Bank Islam merupakan bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip Islam.
Maksudnya? Yaitu bank yang beroperasinya itu mengikuti ketentuan-ketentuan
syariah Islam khususnya yang menyangkut tata cara bermuamalat secara Islam. Dalam
tata cara bermuamalat itu dijauhi praktek-praktek yang dikhawatirkan mengandung
unsur-unsur riba untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan investasi atas dasar bagi
hasil dan pembiayaan perdagangan. Bank syariah bisa juga disebut sebagai bank
yang tatacara beroperasinya mengacu kepada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan
Al-Hadits. Apakah maksudnya? Maksudnya operasional bank mengikuti perintah dan
larangan yang tercantum dalam Al-Qur’an dan Al-hadits. Dengan begitu dalam
prakteknya akan terhindar dari perilaku tercela diantaranya riba.
B. Dasar
Hukum
Karena pada prinsipnya bank syariah adalah bank yang
berpegang pada Al-Qur’an dan Al-hadits, maka dasar hukum yang dipakai tentunya
mengacu pada ayat-ayat al-Qur’an dan juga hadits-hadits Rasulullah SAW.
C. Pengawas
Bank Syariah
Agar bank dalam prakteknya tidak menyimpang dari
aturan Al-Qur’an dan Al-Hadits, maka dibentuklah Dewan Pengawas Syariah. Apa
itu Dewan Pengawas Syariah atau yang biasa disebut DPS? DPS adalah suatu dewan
yang sengaja dibentuk untuk mengawasi jalannya bank syariah sehingga senantiasa
sesuai dengan prinsip muamalah dalam Islam.
Apa saja tugas-tugas DPS? Tugas DPS adalah
mendiskusikan masalah-masalah dan transaksi bisnis yang dihadapkan kepadanya
sehingga dapat ditetapkan kesesuaian atau ketidaksesuaian dengan syariah Islam.
Melihat dari tugas-tugas DPS, dapat disimpulkan bahwa DPS adalah dewan yang
berwenang memberikan pedoman syariah baik untuk pengerahan maupun penyaluran
dana serta kegiatan bank lainnya. Selain itu juga mengadakan perbaikan terhadap
suatu produk bank seandainya produk bank tersebut bertentangan dengan prinsip
syariah Islam.
D. Akad-akad
Bank Syariah
Dalam operasionalnya, bank syariah menggunakan
akad-akad yang berbeda dalam setiap transaksinya. Tidak dipukul rata
menggunakan satu akad layaknya bank konvensional. Secara umum, bank syariah
menggunakan akad-akad berikut ini :
1. Wadiah
wadiah merupakan akad yang biasa dipakai untuk produk
simpanan/tabungan. Prinsip akad ini yaitu pemilik dana menitipkan dananya kepada
bank syariah tanpa dipungut biaya apapun. Namun pemilik dana juga tidak berhak
atas bagi hasil dari bank syariah. Sebab dalam akad wadiah, bank syariah tidak
berkewajiban memberikan imbalan kepada pemilik dana. Namun jika bank syariah
memiliki keuntungan, bank syariah boleh memberikan bonus kepada pemilik dana
dengan besaran yang tidak disepakati sebelumnya.
2. Tijaroh
Tijaroh diartikan sebagai akad yang menjadi media
proses pemindahan hak kepemilikan. Dalam hal ini perpindahan kepemilikan dari
pemilik barang ke pembeli barang. Di
bank syariah, akad semacam ini berlaku untuk produk pembiayaan konsumtif. Misalnya
pembelian kendaraan bermotor, pembelian alat elektronik, dan sebagainya.
Prinsip akad tijaroh adalah adanya pengambilan keuntungan oleh bank syariah
yang besarannya ditentukan berdasarkan kesepakatan bersama antara bank selaku
pemilik barang dengan nasabah selaku pembeli.
3. Syirkah
Syirkah lebih mudah dipahami sebagai bentuk kerja sama
antara bank syariah dengan nasabah. Dalam kerja sama tersebut, baik bank maupun
nasabah sama-sama mempunyai hak dan kewajiban yang diatur dalam
perjanjian/akad. Sehingga apabila dalam kerjasama tersebut mengalami keuntungan
maupun kerugian, kedua belah pihak sama-sama bertanggung jawab sesuai dengan
prosentase penyertaannya.
Di bank syariah, produk berakad syirkah dibagi menjadi
dua, yaitu Mudharabah dan Musyarakah. Perbedaan antara mudharabah dan
musyarakah terletak pada besarnya prosentase modal. Jika musyarakah, bank
syariah dan nasabah sama-sama memiliki modal dengan prosentase tertentu
(misalnya : 40% nasabah, 60% bank), sehingga dalam pembagian keuntungan maupun
kerugian, kedua belah pihak sama-sama bertanggung jawab sesuai dengan modal
yang diinvestasikan. Sedangkan mudharabah, modal 100% diberikan oleh bank
syariah. Nasabah hanya menjalankan usaha
sesuai dengan kemampuan atau bidang yang digelutinya. Untuk produk ini, apabila
terjadi resiko rugi yang disebabkan oleh faktor non-kelalaian manusia, bank-lah
yang menanggung kegurian tersebut. Besarnya prosentase bagihasil ditentukan
kedua belah pihak disaat perjanjian/akad.
4. Ijaroh
Ijaroh secara umum adalah memberi kesempatan kepada
penyewa untuk mengambil manfaat dari barang yang disewakan untuk jangka waktu
tertentu dengan imbalan jasa yang besarnya telah disepakati secara bersama.
Imbalan jasa yang diberikan oleh penyewa disebut ujroh.
5. Qardun
Hasan
Qardun Hasan menurut Muhamad[2] adalah suatu pinjaman
lunak yang diberikan atas dasar kewajiban sosial semata, dimana si peminjam
dalam hal ini nasabah tidak dituntut untuk mengembalikan apapun kecuali modal
pinjaman. Dalam prakteknya, nasabah cukup membayar biaya administrasi saja.
Sumber :
Karnaen Perwataatmadja,
Apa dan Bagaimana Bank Islam (1992)
Muhamad, Sistem dan
Prosedur Operasional Bank Syariah (2005)
Posting Komentar