Oleh : Dhony Arifil Huda[1]
Pengantar
Pada tulisan sebelumnya, penulis
telah menyinggung mengenai produk penghimpunan dana di bank syariah di
Indonesia. Maka, pembahasan selanjutnya yaitu mengenai produk penyaluran dana
atau disebut landing atau financing.
Produk Penyaluran
Dana
Penyaluran dana bank syariah
sering juga disebut pembiayaan. Pembiayaan yang dijalankan Bank syariah di Indonesia
dalam operasionalnya menggunakan produk-produk penyaluran dana yang terbagi
atas tiga model[2], yaitu :
1) transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dengan prinsip
jual beli, 2) transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa
dilakukan dengan prinsip
sewa, 3) transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk
usaha kerjasama guna sekaligus mendapatkan barang dan jasa dengan prinsip bagi
hasil.
Dalam pembahasan kali ini, akan
difokuskan pada produk pembiayaan dengan prinsip jual beli dan prinsip sewa.
Dari pembagian transaksi
pembiayaan di atas, akan diuraikan lebih detail dengan uraian sebagai berikut:
1. Prinsip Jual Beli
Istilah prinsip ini adalah Tijaroh. Tijaroh yaitu perjanjian antara bank
dengan nasabah dalam pembiayaan jual beli barang, dimana bank selaku penjual
menyediakan barang yang nantinya akan dijual kepada nasabah. Dalam perjanjian
ini, bank akan menerima marjin keuntungan yang besarnya disepakati bersama
antara bank dengan nasabah. Kesepakatan untuk menentukan besarnya marjin
ditentukan di depan.
Prinsip tijaroh dalam perkembangannya dibagi kedalam beberapa skema
pembiayaan, antara lain[3]
:
a.
Pembiayaan Murabahah
Yaitu bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Barang diserahkan
didepan sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh (dengan angsuran).
b.
Pembiayaan Salam
Yaitu bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli, namun
barang yang dijual belum tersedia atau dengan kata lain inden atau pesan. Dalam skema ini, bank menerima catatan spesifikasi
barang dari nasabah terkait barang yang ingin dibeli oleh nasabah. Kemudian bank
membeli barang yang diinginkan nasabah tersebut (sesuai dengan spesifikasi) kepada
pihak lain (penyedia barang/supplier) secara tunai. Setelah persyaratan
administrasi selesai, barang dikirim langsung oleh penyedia barang ke nasabah,
dan nasabah membayar dengan cara tunai atau mengangsur ke bank.
c.
Pembiayaan Istishna’
Dalam pembiayaan istishna’, dari sisi nasabah sebetulnya tidak berbeda
dengan pembiayaan salam. Yang membedakan adalah dari sisi bank kepada supplier.
Jika dalam pembiayaan salam, umumnya barang yang diperjualbelikan berupa barang
jadi. Sedangkan dalam pembiayaan istishna’, umumnya diterapkan pada pembiayaan
manufaktur dan konstruksi (misalnya perumahan). Bank membayar kepada supplier
(developer) dengan beberapa tahapan, hingga barang tersebut selesai dikerjakan.
Setelah barang yang dipesan oleh nasabah selesai dikerjakan, bank melunasi sisa
pembayaran tersebut kepada developer kemudian menjual barang tersebut kepada
nasabah. Nasabah membayar kepada bank dengan cara angsuran dengan marjin yang
ditetapkan didepan.
2.
Prinsip Sewa
Jika prinsip tijaroh menunjukkan kepada kita tentang pemindahan
kepemilikan atas barang, lain halnya dengan prisip sewa atau yang lebih dikenal
dengan istilah ijarah. Dalam transaksi ijarah, obyek transaksinya adalah jasa. Sehingga
transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Implementasi prinsip
ijarah di bank syariah terbagi menjadi dua jenis, yaitu 1) ijarah murni, 2)
ijarah muntahia bittamlik.
a.
Ijarah murni
Penerapan ijarah murni, bank syariah bertindak sebagai pemilik obyek
sewa, yaitu barang yang nantinya akan disewa oleh nasabah. Semisal bank
memiliki ruko di kota A. Kemudian nasabah menyewa ruko tersebut dengan membayar
biaya sewa atau biaya jasa kepada bank.
b.
Ijarah muntahia bittamlik
Secara prinsip, hampir sama dengan ijarah murni. Hanya saja dalam
pembiayaan ijarah muntahia bittamlik atau disingkan IMBT, bank dapat sekaligus
menjual barang (obyek sewa) kepada nasabah. Sehingga pada akhir sewa akan
terjadi pemindahan kepemilikan. Misal bank memiliki ruko di kota A, nasabah
menyewa ruko. Karena nasabah cocok dengan ruko tersebut, nasabah membeli ruko
tersebut diakhir masa sewa.
3.
Prinsip Kerjasama
(Bersambung di postingan berikutnya)
Demikian pembahasan mengenai produk penyaluran pembiayaan di
bank syariah untuk kategori akad Tijaroh dan Ijarah. Semoga bermanfaat bagi
Anda semua.
Sumber :
Muhamad, Manajemen Bank Syariah (2005)
Syafi’i Antonio, Bank Islam : Teori dan Praktik (2000)
Posting Komentar