Home » » Konsep Perbankan Syariah (BAG 3)

Konsep Perbankan Syariah (BAG 3)

Penulis : Unknown on Selasa, 12 Maret 2013 | 3/12/2013 09:03:00 AM



Oleh : Dhony Arifil Huda[1]


Pengantar
Pada tulisan sebelumnya, penulis telah menyinggung mengenai produk penghimpunan dana di bank syariah di Indonesia. Maka, pembahasan selanjutnya yaitu mengenai produk penyaluran dana atau disebut landing atau financing.
Produk Penyaluran Dana
Penyaluran dana bank syariah sering juga disebut pembiayaan. Pembiayaan yang dijalankan Bank syariah di Indonesia dalam operasionalnya menggunakan produk-produk penyaluran dana yang terbagi atas tiga model[2], yaitu : 1) transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang dengan prinsip jual beli, 2) transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa dilakukan dengan prinsip
sewa, 3) transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama guna sekaligus mendapatkan barang dan jasa dengan prinsip bagi hasil.
Dalam pembahasan kali ini, akan difokuskan pada produk pembiayaan dengan prinsip jual beli dan prinsip sewa.
Dari pembagian transaksi pembiayaan di atas, akan diuraikan lebih detail dengan uraian sebagai berikut:
1.       Prinsip Jual Beli
Istilah prinsip ini adalah Tijaroh. Tijaroh yaitu perjanjian antara bank dengan nasabah dalam pembiayaan jual beli barang, dimana bank selaku penjual menyediakan barang yang nantinya akan dijual kepada nasabah. Dalam perjanjian ini, bank akan menerima marjin keuntungan yang besarnya disepakati bersama antara bank dengan nasabah. Kesepakatan untuk menentukan besarnya marjin ditentukan di depan.
Prinsip tijaroh dalam perkembangannya dibagi kedalam beberapa skema pembiayaan, antara lain[3] :
a.       Pembiayaan Murabahah
Yaitu bank sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli. Barang diserahkan didepan sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh (dengan angsuran).
b.      Pembiayaan Salam
Yaitu bank bertindak sebagai penjual dan nasabah sebagai pembeli, namun barang yang dijual belum tersedia atau dengan kata lain inden atau pesan. Dalam skema ini, bank menerima catatan spesifikasi barang dari nasabah terkait barang yang ingin dibeli oleh nasabah. Kemudian bank membeli barang yang diinginkan nasabah tersebut (sesuai dengan spesifikasi) kepada pihak lain (penyedia barang/supplier) secara tunai. Setelah persyaratan administrasi selesai, barang dikirim langsung oleh penyedia barang ke nasabah, dan nasabah membayar dengan cara tunai atau mengangsur ke bank.
c.       Pembiayaan Istishna’
Dalam pembiayaan istishna’, dari sisi nasabah sebetulnya tidak berbeda dengan pembiayaan salam. Yang membedakan adalah dari sisi bank kepada supplier. Jika dalam pembiayaan salam, umumnya barang yang diperjualbelikan berupa barang jadi. Sedangkan dalam pembiayaan istishna’, umumnya diterapkan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi (misalnya perumahan). Bank membayar kepada supplier (developer) dengan beberapa tahapan, hingga barang tersebut selesai dikerjakan. Setelah barang yang dipesan oleh nasabah selesai dikerjakan, bank melunasi sisa pembayaran tersebut kepada developer kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah. Nasabah membayar kepada bank dengan cara angsuran dengan marjin yang ditetapkan didepan.
2.       Prinsip Sewa
Jika prinsip tijaroh menunjukkan kepada kita tentang pemindahan kepemilikan atas barang, lain halnya dengan prisip sewa atau yang lebih dikenal dengan istilah ijarah. Dalam transaksi ijarah, obyek transaksinya adalah jasa. Sehingga transaksi ijarah dilandasi adanya pemindahan manfaat. Implementasi prinsip ijarah di bank syariah terbagi menjadi dua jenis, yaitu 1) ijarah murni, 2) ijarah muntahia bittamlik.
a.       Ijarah murni
Penerapan ijarah murni, bank syariah bertindak sebagai pemilik obyek sewa, yaitu barang yang nantinya akan disewa oleh nasabah. Semisal bank memiliki ruko di kota A. Kemudian nasabah menyewa ruko tersebut dengan membayar biaya sewa atau biaya jasa kepada bank.
b.      Ijarah muntahia bittamlik
Secara prinsip, hampir sama dengan ijarah murni. Hanya saja dalam pembiayaan ijarah muntahia bittamlik atau disingkan IMBT, bank dapat sekaligus menjual barang (obyek sewa) kepada nasabah. Sehingga pada akhir sewa akan terjadi pemindahan kepemilikan. Misal bank memiliki ruko di kota A, nasabah menyewa ruko. Karena nasabah cocok dengan ruko tersebut, nasabah membeli ruko tersebut diakhir masa sewa.
3.       Prinsip Kerjasama
(Bersambung di postingan berikutnya)
Demikian pembahasan mengenai produk penyaluran pembiayaan di bank syariah untuk kategori akad Tijaroh dan Ijarah. Semoga bermanfaat bagi Anda semua.


Sumber :
Muhamad, Manajemen Bank Syariah (2005)
Syafi’i Antonio, Bank Islam : Teori dan Praktik (2000)


[1] Alumni Sekolah Tinggi Ekonomi Islam Yogyakarta th. 2009
[2] Muhamad, Manajemen Bank Syariah (2005)
[3] ibid
Share this article :

Posting Komentar

 
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger