Home » » TAFSIR AYAT KONSUMSI (BAG 1)

TAFSIR AYAT KONSUMSI (BAG 1)

Penulis : Unknown on Jumat, 08 Maret 2013 | 3/08/2013 09:56:00 PM



 Oleh : Dhony Arifil Huda


BAB I
PENDAHULUAN

Konsumsi merupakan salah satu unsur pokok dalam perilaku ekonomi, selain kegiatan produksi dan distribusi. Di antara ketiganya (Konsumsi, Produksi, dan Distribusi) haruslah saling melengkapi agar kegiatan ekonomi dapat berjalan sesuai dengan harapan manusia seutuhnya (maslahat).
Dalam ilmu Ekonomi Islam, telah diatur beberapa aturan tentang bagaimana seharusnya sebagai makhluk Allah SWT seseorang mengkonsumsi sesuatu. Mengkonsumsi yang tidak dibenci Allah SWT. Di dalam Al-Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang mengatur tentang kegiatan konsumsi manusia. Salah satu ayat yang menerangkan perilaku konsumsi yang baik adalah pada QS. Al-Baqarah[2]:168. Di ayat tersebut Allah SWT memerintahkan kepada manusia untuk mengkonsumsi sesuatu yang sesuai dengan syari’at Islam, serta tidak mengikuti lagkah-langkah setan. Maksud sesuai dengan syari’at Islam adalah makanan atau minuman yang benar-benar halal dan baik. Baik di sini diartikan bahwa sesuatu yang dikonsumsi tersebut dapt menimbulkan efek positif bagi yang mengkonsumsinya.

Di atas telah dijelaskan bahwa konsumsi merupakan salah satu unsur pokok dalam ilmu ekonomi. Mengenai hal tersebut, baik dilihat dari sudut pandang konvensional maupun syari’at Islam sama saja, merupakan bagian dari kegiatan ekonomi yang tidak dapat dipisahkan keberadaannya. Namun dari kesamaan tersebut, ternyata dalam prakteknya tedapat beberapa perbedaan. Dalam suatu kuliah[1] pernah dijelaskan mengenai hal tersebut. Salah satu perbedaannya terletak dari sisi utilitas (kepuasan), yakni apabila konvensional suatu kegiatan konsumsi akan dianggap maksimal atau mencapai titik kepuasan jika telah mencapai budget (anggaran), dan anggaran tersebut sangat mempengaruhi tingkat kepuasan tersebut. Artinya jika budget yang dimilikinya bertambah, maka kepuasan yang didapatkannya juga akan ikut bertambah. Maksudnya seseorang tersebut akan berusaha memenuhi kepuasannya dengan mengkonsumsi apa saja asalkan mencapai budget yang ada.
Hal di atas sangat bertentangan dengan prinsip syari’ah. Di dalam ajaran Islam dijelaskan bahwa sebagai hamba-Nya seseorang tidak boleh bersikap boros, dengan menghambur-hamburkan harta yang dimilikinya semata-mata untuk kepentingan pribadi. Karena sikap boros termasuk perilaku setan. Islam mewajibkan kepada setiap umatnya untuk ‘ingat’ akan keberadaan kaum dhuafa, melalui zakat. Zakat ini diwajibkan bagi muslimin yang hartanya telah mencapai nisab 85 gram emas.
Menindaklanjuti berbagai persoalan yang ada, melalui ilmu yang telah tersedia (Ekonomi Islam), Islam mencoba meluruskan pandangan manusia awam mengenai perilaku konsumsi. Salah satu caranya adalah melalui pendekatan Tafsir. Dalam masalah ini Tafsir digunakan sebagai pemerjelas ayat-ayat tentang konsumsi yang nantinya akan dipahami oleh manusia seluruhnya.

















[1] Mikroekonomi Islam, Dosen Bapak Dr. Muhamad, M.Ag, STEI Yogyakarta.
Share this article :

Posting Komentar

 
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger