Oleh : Dhony Arifil Huda
D. Penafsiran
1.
QS. Al-Nahl [16]: 114
a.
Tafsir al-Misbah
Makanlah dalam keadaan halal lagi baik maksudnya
makanan yang halal, lezat, dan bergizi serta berdampak positif bagi kesehatan.
Kemudian mensyukuri nikmat Allah SWT,
yaitu agar kita semua tidak ditimpa apa yang pernah menimpa negeri-negeri
terdahulu.
Makan oleh M. Quraisy Shihab diartikan sebagai segala aktivitas manusia. Kata makan
dipilih oleh beliau karena merupakan kebutuhan pokok manusia, juga mengandung
aktivitas manusia. Jika manusia tidak makan, dia tidak dapat melakukan
aktivitas atau kegiatan.
Ayat ini memerintahkan untuk memakan yang halal lagi baik. Tidak
semua makanan yang halal itu baik, karena pada dasarnya belum tentu seseorang
makan makanan halal A merasa kurang baik karena kurang selera. Makanan yang
halal menurut beliau adalah yang terdiri dari 4 macam hukum, yakni wajib,
sunnah, mubah, dan makruh. Bagitu juga dengan aktivitas manusia.
b.
Tafsir al-Maraghi
Mustofa al-Maraghi mengatakan: “makanlah, hai orang-orang yang
beriman, dari rezeki yang telah Allah berikan kepada kalian, berupa
binatang-binatang yang dihalalkan bagi kalian dan tinggalkanlah makanan-makanan
yang buruk, bangkai dan darah. Kemudian bersyukurlah kepada-Nya atas
nikmat-nikmat yang Dia limpahkan kepada kalian dengan menghalalkan apa yang Dia
halalkan bagi kalian dan melimpahkan nikmat-Nya yang banyak, jika hanya
kepada-Nya kalian menyembah, lalu kalian mentaati perintah dan larangan-Nya.
Maksudnya ialah mengajarkan untuk senantiasa mengikuti segala perintah-Nya”.
2.
QS. Al-A’raf [7]: 31-32
a.
Tafsir al-Misbah
Ayat 31: Pakailah pakaian kamu
yang indah minimal dalam bentuk menutup aurat, karena membukanya pasti
buruk. Setiap memasuki masjid, dalam
artian bangunan masjid itu sendiri atau bangunan luas (di muka bumi). Dan makanlah makanan yang halal, enak,
bermanfaat, bergizi, berdampak baik, serta
minumlah apa sajam selama tidak memabukkan dan mengganggu kesehatan. Dan janganlah berlebih-lebihan dalam
segala aktivitas, baik dalam beribadah dengan menambah cara maupun dalam makan
dan minum atau apa saja. Karena sesungguhnya
Allah tidak menyukai, yakni tidak melimpahkan rahmat dan ganjaran bagi orang-orang yang berlebih-lebihan.
Perintah untuk tidak berlebih-lebihan dalam ayat ini adalah sesuai
kadar masing-masing orang. Karena setiap orang pasti memiliki kadar yang
berbeda-beda.
Ayat 32:
Allah sesungguhnya tidak mengharamkan makanan dan pakaian, seperti
yang dirasakan kaum musyrikin di ayat sebelumnya. Di ayat ini, terdapat
kata-kata akhraja li’ibadihi/perhiasan
yang dikeluarkan untuk hamba-hamba-Nya,
dipahami dalam arti dinampakkan oleh-Nya dengan mengilhami manusia mendambakan keindahan,
mengekspresikan dan menciptakan, kemudian menikmatinya, baik dalam rangka
menutupi apa yang buruk maupun menambah keindahannya.
Sedangkan kata-kata Ath-Thayyibat
min ar-rizq/yang baik-baik dari rezeki, mengisyaratkan bahwa ada yang
dinamai rizki, tapi tidak baik, lagi tidak sehat. Kemudian fiman-Nya hiya lilladziina aamanuu fi alhayaatid dunya/Ia
adalah untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, tanpa menyebut
orang-orang kafir, padahal Allah menyiapkan rezeki itu juga buat mereka. Hal
ini oleh seorang ulama dipahami bahwa isyarat itu hanya untuk hamba-Nya yang
beriman kepada-Nya.
b. Tafsir al-Maraghi
perhiasan adalah yang menghiasi sesuatu atau seseorang, yang dia
ambil untuk dijadikan hiasan. Dalam ayat ini, perhiasan berarti bagus. Pada
ayat tersebut, dijelaskan bahwa pakaian yang baik minimal yang menutup aurat.
Hal ini sangat ditekankan agar dalam masyarakat tidak kelihatan seperti orang
yang sangat buruk. Sehingga dalam beribadah, hendaklah mengenakan pakaian yang
indah-indah.
Ketika makan dan minum, diwajibkan kita untuk memakan dan meminum
yang baik-baik. Kita tidak boleh berlebih-lebihan. Dalam hadits riwayat
An-Nasa’I dijelaskan: “makanlah, minumlah
dan bersedekahlah, pakailah pakian tanpa bersikap sombong dan membanggakan
diri, tanpa berlebih-lebihan, karena sesungguhnya Allah senangh melihat bekas
nikmat-nikmat-Nya kepada hamba-Nya”.
Selanjutnya, agama tidaklah pernah menganggap meninggalkan perhiasan
dan rizki yang baik-baik sebagai pendekatan kepada Allah SWT. Karena Islam
menyukai keindahan, sedangkan keindahan bukanlah meninggalkan perhiasan.
Kemudian Allah juga menerangkan bahwa perhiasan dan rizki yang
baik-baik adalah untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia.
Orang-orang Islam bekerja di dunia selain untuk kepentingan dunia, juga
kepentingan akhirat.
3.
QS. Al-Isra’[17]: 26-29
a.
Tafsir al-Misbah
Quraisy Shihab mengidentifikasikan pemberian tidak harus berbentuk
materi. Namun immateri juga. Dalam ayat 26, keluarga dekat adalah keluarga kita
baik dari pihak ibu atau pihak ayah. Keluarga jauh juga begitu. Selanjutnya
kita juga diajak untuk memberi kepada orang yang sedang dalam perjalanan, dan
fakir miskin. Mereka kita beri sesuai dengan haknya. Lalu dalam masalah
pengelolaan harta (ayat 27), kita tidak boleh menghambur-hamburkan harta secara
boros. Karena pemboros itu temannya setan, yang sifat-sifatnya sama dengan
sifat-sifat setan.
Selanjutnya dalam ayat 28, diterangkan jika kita tidak mampu mampu
secara keuangan untuk membantu mereka yang membutuhkan, sehingga membuat kita
berpaling dari mereka bukan karena tidak ingin membantu, tapi berpaling dengan
harapan suatu ketika dapat membantunya dan mendapat rahmat dari Allah, maka
katakanlah kepada mereka ucapan yang mudah yang tidak menyinggung perasaannya
dan melahirkan harapan dan optimisme.
b. Tafsir al-Maraghi
Dan berikanlah hai orang mukallaf, kepada kerabatmu akan haknya.
Seperti, selaturrahim, rasa cinta, kunjungan dan pergaulan yang baik. Dan jika
kerabat itu memerlukan nafkah, maka belanjakanlah kepadanya apa yang dapat
menutupi kebutuhannya. Begitu pula, berikan hak kepada orang miskin yang
membutuhkan pertolongan, serta kepada ibnu sabil. Yaitu, musafir yang berada
dalam perjalanan untuk tujuan agama. Maka wajiblah musafir itu ditolong dan
dibantu dalam perjalanannya. Namun dari sekian itu, tidak boleh kita
menghambur-hamburkan harta yang telah diberikan oleh Allah kepadamu untuk
bermaksiat kepada-Nya secara boros. Sebab itu adalah saudara setan. Sedang
setan itu selalu ingkar terhadap nikmat Tuhan yang telah memberinya anugrah.
Kemudian jika tidak dapat memberi apa-apa kepada keluarga-keluarga
dekat, orang miskin dan musafir, padahal kita malu untuk menolaknya dan kita
sedang menunggu jembaran dari Allah yang diharapkan seperti rezeki yang
melimpah, maka katakanlah kepada mereka perkataan yang lunak dan baik, yang
tidak mengecewakan hati.
4.
QS. Al-Mulk [67]: 15
a.
Tafsir al-Misbah
Dialah yang menjadikan buat kenyamanan hidup kamu bumi
(ini) yang kamu huni sehingga ia menjadi mudah sekali untuk
melakukan aneka aktivitas baik
berjalanan, bertani dan lain-lain, maka-silahkan
saja kamu mau- berjalanlah di
penjuru-penjurunya bahkan pegunungan-pegunungan-Nya dan makanlah sebagian dari rezki-Nya- karena tidak mungkin kamu
dapat menghabiskannya karena rezki-Nya berlimpah melebihi kebutuhan kamu, dan
mengabdilah pada-Nya sebagai tanda syukur atas limpahan karunia-Nya itu. Dan hanya kepada-Nyalah hari kebangkitan
kamu masing-masing untuk mempertanggungjawabkan amalan-amalan kamu.
b.
Tafsir al-Maraghi
Sesungguhnya Allah yang menundukkan bumi ini bagi manusia. Dialah
yang menjadikan bumi ini tenang dan diam, tidak oleng dan tidak pula
bergoncang. Sehingga mempermudah manusia untuk beraktivitas seperti bekerja.
Kemudian makanlah banyak rezeki yang diadakan-Nya karena karunia-Nya, sebab
berusaha untuk mencari rezeki itu tidak menghilangkan ketakwaan kepada Allah.
Seperti hadits; Telah diriwayatkan oleh Ahmad dari Umar bin Khatab, bahwa ia
mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Seandainya
kamu bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, tentulah Dia akan
memberikan rezki kepada burung. Burung itu pergi pagi hari dalam keadaan lapar
dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang”.
Namun yang perlu diingat, kepada-Nyalah tempat kembali pada hari
kiamat.
5.
QS. Al-Baqarah [2]: 168
a.
Tafsir al-Misbah
Dalam ayat ini, Allah SWT mengajak kepada seluruh manusia untuk
memakan makanan yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi. Makanan
yang halal adalah makanan yang tidak haram, artinya ketika dimakan tidak menimbulkan
larangan oleh agama. Jika menimbulkan larangan dari agama, contohnya seperti
daging babi, darah, dan bangkai, maka itu adalah makanan yang diharamkan.
Kemudian dalam hal ini, diperintahkan juga bahwa janganlah Kamu mengikuti langkah-langkah
setan. Sebab setan akan menjerumuskan manusia sedikit demi sedikit.
b.
Tafsir al-Maraghi
Makanlah kalian sebagian apa yang ada di bumi ini yang terdiri dari
berbagai makanan, termasuk binatang ternak yang kalian haramkan, dan makanlah
apa saja yang halal dan baik.
Kemudian janganlah mengikuti jejak langkah setan karena setan selalu
menggoda manusia untuk mengikuti jalan keji, tercela dan menyesatkan. Dan setan
adalah sumber segala niat kotor dan rendah yang mendorong perbuatan jahat dan
dosa.
Posting Komentar