Home » » TAFSIR AYAT KONSUMSI (BAG 4)

TAFSIR AYAT KONSUMSI (BAG 4)

Penulis : Unknown on Jumat, 08 Maret 2013 | 3/08/2013 10:13:00 PM

 Oleh : Dhony Arifil Huda


D. Penafsiran
1.      QS. Al-Nahl [16]: 114
a.       Tafsir al-Misbah
Makanlah dalam keadaan halal lagi baik maksudnya makanan yang halal, lezat, dan bergizi serta berdampak positif bagi kesehatan. Kemudian mensyukuri nikmat Allah SWT, yaitu agar kita semua tidak ditimpa apa yang pernah menimpa negeri-negeri terdahulu.
Makan oleh M. Quraisy Shihab diartikan sebagai segala aktivitas manusia. Kata makan dipilih oleh beliau karena merupakan kebutuhan pokok manusia, juga mengandung aktivitas manusia. Jika manusia tidak makan, dia tidak dapat melakukan aktivitas atau kegiatan.
Ayat ini memerintahkan untuk memakan yang halal lagi baik. Tidak semua makanan yang halal itu baik, karena pada dasarnya belum tentu seseorang makan makanan halal A merasa kurang baik karena kurang selera. Makanan yang halal menurut beliau adalah yang terdiri dari 4 macam hukum, yakni wajib, sunnah, mubah, dan makruh. Bagitu juga dengan aktivitas manusia.

b.      Tafsir al-Maraghi
Mustofa al-Maraghi mengatakan: “makanlah, hai orang-orang yang beriman, dari rezeki yang telah Allah berikan kepada kalian, berupa binatang-binatang yang dihalalkan bagi kalian dan tinggalkanlah makanan-makanan yang buruk, bangkai dan darah. Kemudian bersyukurlah kepada-Nya atas nikmat-nikmat yang Dia limpahkan kepada kalian dengan menghalalkan apa yang Dia halalkan bagi kalian dan melimpahkan nikmat-Nya yang banyak, jika hanya kepada-Nya kalian menyembah, lalu kalian mentaati perintah dan larangan-Nya. Maksudnya ialah mengajarkan untuk senantiasa mengikuti segala perintah-Nya”.
2.      QS. Al-A’raf [7]: 31-32
a.       Tafsir al-Misbah
Ayat 31: Pakailah pakaian kamu yang indah minimal dalam bentuk menutup aurat, karena membukanya pasti buruk. Setiap memasuki masjid, dalam artian bangunan masjid itu sendiri atau bangunan luas (di muka bumi). Dan makanlah makanan yang halal, enak, bermanfaat, bergizi, berdampak baik, serta minumlah apa sajam selama tidak memabukkan dan mengganggu kesehatan. Dan janganlah berlebih-lebihan dalam segala aktivitas, baik dalam beribadah dengan menambah cara maupun dalam makan dan minum atau apa saja. Karena sesungguhnya Allah tidak menyukai, yakni tidak melimpahkan rahmat dan ganjaran bagi orang-orang yang berlebih-lebihan.
Perintah untuk tidak berlebih-lebihan dalam ayat ini adalah sesuai kadar masing-masing orang. Karena setiap orang pasti memiliki kadar yang berbeda-beda.
Ayat 32:
Allah sesungguhnya tidak mengharamkan makanan dan pakaian, seperti yang dirasakan kaum musyrikin di ayat sebelumnya. Di ayat ini, terdapat kata-kata akhraja li’ibadihi/perhiasan yang dikeluarkan untuk hamba-hamba-Nya, dipahami dalam arti dinampakkan oleh-Nya dengan mengilhami  manusia mendambakan keindahan, mengekspresikan dan menciptakan, kemudian menikmatinya, baik dalam rangka menutupi apa yang buruk maupun menambah keindahannya.
Sedangkan kata-kata Ath-Thayyibat min ar-rizq/yang baik-baik dari rezeki, mengisyaratkan bahwa ada yang dinamai rizki, tapi tidak baik, lagi tidak sehat. Kemudian fiman-Nya hiya lilladziina aamanuu fi alhayaatid dunya/Ia adalah untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia, tanpa menyebut orang-orang kafir, padahal Allah menyiapkan rezeki itu juga buat mereka. Hal ini oleh seorang ulama dipahami bahwa isyarat itu hanya untuk hamba-Nya yang beriman kepada-Nya.
b.  Tafsir al-Maraghi
perhiasan adalah yang menghiasi sesuatu atau seseorang, yang dia ambil untuk dijadikan hiasan. Dalam ayat ini, perhiasan berarti bagus. Pada ayat tersebut, dijelaskan bahwa pakaian yang baik minimal yang menutup aurat. Hal ini sangat ditekankan agar dalam masyarakat tidak kelihatan seperti orang yang sangat buruk. Sehingga dalam beribadah, hendaklah mengenakan pakaian yang indah-indah.
Ketika makan dan minum, diwajibkan kita untuk memakan dan meminum yang baik-baik. Kita tidak boleh berlebih-lebihan. Dalam hadits riwayat An-Nasa’I dijelaskan: “makanlah, minumlah dan bersedekahlah, pakailah pakian tanpa bersikap sombong dan membanggakan diri, tanpa berlebih-lebihan, karena sesungguhnya Allah senangh melihat bekas nikmat-nikmat-Nya kepada hamba-Nya”.
Selanjutnya, agama tidaklah pernah menganggap meninggalkan perhiasan dan rizki yang baik-baik sebagai pendekatan kepada Allah SWT. Karena Islam menyukai keindahan, sedangkan keindahan bukanlah meninggalkan perhiasan.
Kemudian Allah juga menerangkan bahwa perhiasan dan rizki yang baik-baik adalah untuk orang-orang yang beriman dalam kehidupan dunia. Orang-orang Islam bekerja di dunia selain untuk kepentingan dunia, juga kepentingan akhirat.
3.      QS. Al-Isra’[17]: 26-29
a.       Tafsir al-Misbah
Quraisy Shihab mengidentifikasikan pemberian tidak harus berbentuk materi. Namun immateri juga. Dalam ayat 26, keluarga dekat adalah keluarga kita baik dari pihak ibu atau pihak ayah. Keluarga jauh juga begitu. Selanjutnya kita juga diajak untuk memberi kepada orang yang sedang dalam perjalanan, dan fakir miskin. Mereka kita beri sesuai dengan haknya. Lalu dalam masalah pengelolaan harta (ayat 27), kita tidak boleh menghambur-hamburkan harta secara boros. Karena pemboros itu temannya setan, yang sifat-sifatnya sama dengan sifat-sifat setan.
Selanjutnya dalam ayat 28, diterangkan jika kita tidak mampu mampu secara keuangan untuk membantu mereka yang membutuhkan, sehingga membuat kita berpaling dari mereka bukan karena tidak ingin membantu, tapi berpaling dengan harapan suatu ketika dapat membantunya dan mendapat rahmat dari Allah, maka katakanlah kepada mereka ucapan yang mudah yang tidak menyinggung perasaannya dan melahirkan harapan dan optimisme.
b.      Tafsir al-Maraghi
Dan berikanlah hai orang mukallaf, kepada kerabatmu akan haknya. Seperti, selaturrahim, rasa cinta, kunjungan dan pergaulan yang baik. Dan jika kerabat itu memerlukan nafkah, maka belanjakanlah kepadanya apa yang dapat menutupi kebutuhannya. Begitu pula, berikan hak kepada orang miskin yang membutuhkan pertolongan, serta kepada ibnu sabil. Yaitu, musafir yang berada dalam perjalanan untuk tujuan agama. Maka wajiblah musafir itu ditolong dan dibantu dalam perjalanannya. Namun dari sekian itu, tidak boleh kita menghambur-hamburkan harta yang telah diberikan oleh Allah kepadamu untuk bermaksiat kepada-Nya secara boros. Sebab itu adalah saudara setan. Sedang setan itu selalu ingkar terhadap nikmat Tuhan yang telah memberinya anugrah.
Kemudian jika tidak dapat memberi apa-apa kepada keluarga-keluarga dekat, orang miskin dan musafir, padahal kita malu untuk menolaknya dan kita sedang menunggu jembaran dari Allah yang diharapkan seperti rezeki yang melimpah, maka katakanlah kepada mereka perkataan yang lunak dan baik, yang tidak mengecewakan hati.
4.      QS. Al-Mulk [67]: 15
a.       Tafsir al-Misbah
Dialah yang menjadikan buat kenyamanan hidup kamu bumi (ini) yang kamu huni sehingga ia menjadi  mudah sekali untuk melakukan  aneka aktivitas baik berjalanan, bertani dan lain-lain, maka-silahkan saja kamu mau- berjalanlah di penjuru-penjurunya bahkan pegunungan-pegunungan-Nya dan makanlah sebagian dari rezki-Nya- karena tidak mungkin kamu dapat menghabiskannya karena rezki-Nya berlimpah melebihi kebutuhan kamu, dan mengabdilah pada-Nya sebagai tanda syukur atas limpahan karunia-Nya itu. Dan hanya kepada-Nyalah hari kebangkitan kamu masing-masing untuk mempertanggungjawabkan amalan-amalan kamu.
b.      Tafsir al-Maraghi
Sesungguhnya Allah yang menundukkan bumi ini bagi manusia. Dialah yang menjadikan bumi ini tenang dan diam, tidak oleng dan tidak pula bergoncang. Sehingga mempermudah manusia untuk beraktivitas seperti bekerja. Kemudian makanlah banyak rezeki yang diadakan-Nya karena karunia-Nya, sebab berusaha untuk mencari rezeki itu tidak menghilangkan ketakwaan kepada Allah. Seperti hadits; Telah diriwayatkan oleh Ahmad dari Umar bin Khatab, bahwa ia mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Seandainya kamu bertawakkal kepada Allah dengan sebenar-benar tawakkal, tentulah Dia akan memberikan rezki kepada burung. Burung itu pergi pagi hari dalam keadaan lapar dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang”.
Namun yang perlu diingat, kepada-Nyalah tempat kembali pada hari kiamat.
5.      QS. Al-Baqarah [2]: 168
a.       Tafsir al-Misbah
Dalam ayat ini, Allah SWT mengajak kepada seluruh manusia untuk memakan makanan yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi. Makanan yang halal adalah makanan yang tidak haram, artinya ketika dimakan tidak menimbulkan larangan oleh agama. Jika menimbulkan larangan dari agama, contohnya seperti daging babi, darah, dan bangkai, maka itu adalah makanan yang diharamkan.
Kemudian dalam hal ini, diperintahkan juga bahwa janganlah Kamu mengikuti langkah-langkah setan. Sebab setan akan menjerumuskan manusia sedikit demi sedikit.
b.      Tafsir al-Maraghi
Makanlah kalian sebagian apa yang ada di bumi ini yang terdiri dari berbagai makanan, termasuk binatang ternak yang kalian haramkan, dan makanlah apa saja yang halal dan baik.
Kemudian janganlah mengikuti jejak langkah setan karena setan selalu menggoda manusia untuk mengikuti jalan keji, tercela dan menyesatkan. Dan setan adalah sumber segala niat kotor dan rendah yang mendorong perbuatan jahat dan dosa.

Share this article :

Posting Komentar

 
Design Template by panjz-online | Support by creating website | Powered by Blogger